Sabtu, 26 Desember 2020

Soekarno: Tidak Percaya Bahwa Mirza Ghulam Ahmad Adalah Nabi

BEBERAPA hari yang lalu saya mendapat surat “vlieg-post” (kilat pos) Kupang, dari Kupang ke Endeh dengan kapal biasa dari seorang kawan di Bandung, bahwa ‘Pemandangan’ telah memuat satu entrefilet bahwa saya telah mendirikan cabang Ahamdiyah dan menjadi propagandis Ahmadiyah bagian Celebes. Walaupun ‘Pemandangan‘ yang memuat kabar itu belum tiba di tangan saya, dus belum saya baca sendiri – kapal dari Jawa tiga hari lagi baru datang oleh karena orang yang mengasih kabar kepada saya itu saya percayai, segeralah saya minta kepadanya membantah kabar dari tuan-tuan punya reporter itu.

Saya bukan anggota Ahmadiyah. Jadi mustahil saya mendirikan cabang Ahmadiyah atau menjadi propagandisnya. Apalagi “buat bagian Celebes”! Sedang pelesir ke sebuah pulau yang jauhnya hanya beberapa mil saja dari Endeh, saya tidak boleh! Di Endeh memang saya lebih memperhatikan urusan agama daripada dulu. Di sampingnya saya punya studie sociale wetenschappen (studi ilmu2 sosial), rajin jugalah saya membaca buku-buku agama . Tapi saya punya ke-Islam-an tidaklah terikat oleh sesuatu golongan. Dari Persatuan Islam Bandung saya banyak mendapat penerangan; terutama persoon-nya tuan A. Hassan sangat membantu penerangan bagi saya itu. kepada tuan Hassan dan Persatuan Islam saya di sini mengucapkan saya punya terima kasih, beribu-ribu terima kasih.

Kepada Ahmadiyah-pun saya wajib berterima kasih. Saya tidak percaya bahwa Mirza Gulam Ahmad seorang nabi dan belum percaya pula bahwa ia seorang mujaddid. Tapi ada buku-buku keluaran Ahmadiyah yang saya dapat banyak faedah daripadanya: “Mohammad the Prophet” dari Mohammad Ali, “Inleiding tot the Studie van den Heiligen Qoer’an” juga dari Mohammad Ali, “Het Evalingelie Van den Daad” dari Khawadja Kamaludin, “De bronnen van het Christendom“, dari idem dan “Islamic Review” yang banyak membuat artikel yang bagus.

Dan tafsir Qur’an buatan Muhammad Ali, walaupun ada beberapa pasal yang tidak saya setujui, adalah banyak juga menolong kepada penerangan bagi saya. Memang umumnya saya mempelajari agama Islam itu tidak dari suatu sumber saja, banyak sumber yang saya datangi dan saya minum airnya.

Buku-buku Muhammadiyah, buku-buku Persatuan Islam, buku-buku Penyiaran Islam, buku-buku Ahmadiyah, buku-buku dan India dan Mesir, dari Inggris dan Jerman, tafsit-tafsir bahasa Belanda dan Inggris, buku-buku dari lawan-lawan Islam (Snouck Hurgronye, Arcken, Dozy Hartmann dan lain sebagainya), buku-buku dari orang-orang bukan Islam tapi yang simpati dengan Islam, semua itu menjadi material bagi saya. Ada beberapa ratus buku yang saya pelajari itu. Inilah satu-satunya jalan yang memuaskan kepada saya di dalam saya punya studi itu.

Dan mengenai Ahmadiyah, walaupun beberapa pasal di dalam mereka punya visi saya tolak dengan yakin, toh pada umumnya ada mereka punya “features” yang saya setujui: mereka punya rasionalisme, mereka punya kelebaran penglihatan (broadmindedness), mereka punya modernisme, mereka punya hati-hati terhadap kepada hadits, mereka punya streven (tujuan) Qur’an saja dulu, mereka punya systematische aannemelijk making van den Islam (terjemahan bebas: sistem rujukan logis Islam). Buku-buku seperti “Het Evalingelie aan den Daad” tidak ayal saya menyebut brilian, berfaedah sekali bagi semua orang Islam.

Maka oleh karena itulah, walaupun ada beberapa pasal dari Ahmadiyah tidak saya setujui dan malahan saya tolak, misalnya mereka punya “pengeramatan” kepada Mirza Gulam Ahmad, dan mereka punya kecintaan kepada imperialisme Inggris, toh saya merasa waiib berterima kasih atas faedah-faedah dan penerangan-penerangan yang telah saya dapatkan dari mereka punya tulisan-tulisan yang rasional, modern, broadmindedness dan logis itu.

Bagian-bagian fiqih terutama sekali, Persatuan Islam-lah yang menjadi saya punya penuntun. Memang persatuan Islam adalah sangat sekali tinggi duduknya di dalam saya punya simpati. Kalau umpamanya saya mesti menyebutkan cacat “Persatuan Islam”,  maka saya akan katakan: “Persatuan Islam” itu ada mempunyai neiging (kecenderungan) kepada sektarisme. Alangkah baiknya kalau “Persatuan Islam” bisa mengenyahkan neiging yang kurang baik ini, kalau memang benar ada neiging itu.

Islam adalah satu Agama yang luas yang menuju kepada persatuan manusia. Agama Islam hanyalah bisa kita pelajari sedalam-dalamnya, kalau kita bisa membukakan semua pintu-pintu budi akal kita bagi semua pikiran-pikiran yang berhubungan kepadanya dan yang harus kita saring dengan saringan Qur’an dan Sunnah Nabi.

Jikalau benar-benar kita saring kita punya keagamaan itu dengan saringan pusaka ini dan tidak dengan saringan lain, walaupun dari Imam manapun juga, maka dapatlah kita satu Islam yang tidak berkotoran bid’ah, yang tak bersifat takhayul sedikit jua pun, yang tiada “keramat-keramatan”, yang tiada kolot dan mesum, yang bukan “hadramautisme”, yang selamanya “up to date”, yang rasional, yang gampang maha gampang, yang cinta kemajuan dan kecerdasan, yang luas dan “broadminded”, yang hidup, yang levend (hidup).

Inilah tuan-tuan redaktur yang terhormat, saya punya keterangan yang singkat berhubung dengan khabar kurang benar dari tuan punya reporter, bahwa saya sudah mendirikan cabang Ahmadiyah atau menjadi propagandis Ahmadiyah. Moga-moga cukuplah keterangan yang singkat ini buat memberitahu kepada siapa yang belum tahu, bahwa saya bukan seorang “Ahmadiyah”.  Tapi hanya seorang pelajar agama yang sudah nyata bukan kolot dan bukan pun seorang “pengikut yang taqlid saja”.

Terima kasih, tuan-tuan Redaktur.

Soekarno
Endeh, 25 November 1936

[Sumber: “Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid II, hlm. 345-347]
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar