Di antara yang menjadi korban adalah Irak, Iran, Yaman, Suriah, Sudan dan lain sebagainya.
Beberapa strategi pemiskinan itu antara lain berhubungan dengan politik regional.
Dalam kasus Irak dan Afghanistan misalnya, kedua negara ini menjadi target pemiskinan melalui embargo dan isolasi karena faktor regional.
Afghanistan menjadi negara yang berani melawan Uni Soviet dan akhirnya tak bisa kembali ke kondisi normal usai Perang Dingin.
Kabup menjadi bancakan AS dkk pasca Soviet yang seharusnya nasibnya menjadi seperti Jepang partner AS dkk selama Perang Dingin.
Alih-alih menjadi negara makmur, Afghanistan harus semerawaut beberapa dekade hingga akhirnya sekarang mengalami masa tenang tapi tetap dalam embargo AS dkk.
Nasib serupa juga dialami Irak. Meski menjadi bagian dari Baghdad Pact (CENTO/METO) sebuah pakta pertahanan mirip NATO di Timur Tengah, tapi negara ini malah tak senasib dengan negara-negara Eropa anggota NATO.
Pakta Baghdad adalah aliansi militer yang dibentuk pada tahun 1955 oleh Iran, Irak, Pakistan, Turki, dan Britania Raya.
Iran sampai saat ini bahkan menjadi bulan-bulanan embargo ekonomi oleh AS dan hanya bisa disaingi oleh embargi Rusia fan Korea Utara.
Suriah, Mesir, Libya, Tunisia sampai Yaman menjadi korban pemiskinan oleh hegemoni saat menjadi target operasi 'Musim Semi Arab'.
Suriah dan Libya akhirnya menjadi negara semi terjajah meski tanpa embel-embek kolonialisme.
1/3 wilayah Suriah kini dikuasai oleh AS dkk termasuk di wilayah SDF di Timur Suriah dan Wilayah Al Rukban dekat perbatasan Yordania dan Irak yang menjadi pangkalan Al Tanf yang dikuasai AS dkk.
Uniknya, meski menguasai daerah itu, AS dkk tidak melakukan pembangunan kepada warga lokal sebagaimana kewajiban negara penjajah kepada yang dijajah.
Wilayah SDF masih beruntung karena menguasai 70 persen cadangan migas Suriah. Namun wilayah Al Rukban tidak terjamah sedikitpun oleh pembangunan karena tidak memiliki SDA.
Al Rukban hanyalah sebuah wilayah yang terdiri dari bebagai desa terisolir. Namun wilayah ini mempunyai kamp pengungsi dengan kondisi sangat buruk karena diblokade oleh pemerintahan Bashar Assad.
Damaskus berkilah, daerah tersebut dikuasai secara ilegal oleh AS dkk serta koalisi lokalnya sehingga pemerintah tak berkewajiban untuk memperhatikan warga yang ada di daerah tersebut.
Sementara AS dkk berkilah bahwa mereka ada di tempat tersebut untuk menjaga keamanan sekitar dari serangan terorisme. Jd Washington merasa bukan sebagai 'penjajah' yang harus bertanggung jawab memakmurkan wilayah yang dijajah
Modus berikutnya dalam strategi pemiskinan negara-negara Islam adalah dengan membiarkan sebuah negara larut dalam pertikaian internal.
Hal itu terlihat di Somalia, Mali, Sudan (dalam perkembangan terakhir), Sahara Barat dan Komoros.
Di Ethiopia, jika konflik terjadi, badan PBB langsung turun tangan untuk mengamankan dan menciptakan perdamaian.
Namun jika konflik internal terjadi di Sudan, Mali dan lain sebagainya, justru seperti dibiarkan berlarut.
Ketika Sudan Selatan berkonflik, PBB langsung mendamaikan dan memberi opsi kemerdekaan dari Sudan.
Sementara Azawad di Mali, yang sudah memerdekakan diri justru dibiarkan terus berkonflik dengan pusat di Mali.
Itu belum termasuk dengan wilayah yang selalu mengalami diskriminasi seperti isu Rohingya di Myanmar, Muslim Uighur di Tiongkok, muslim Mozambik, Palestina dan lain sebagainya.
Tujuan dari strategi memiskinkan negara-negara Islam pasca perang dingin adalah untuk memastikan keberlanjutan loyalitas negara-negara tersebut kepada pihak yang merasa sebagai negara hegemon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar