ilustrasi |
"Saya pikir semua merasa bahagia karena ini juga merupakan peristiwa langka karena banyak pertanyaan kenapa amnesti diberikan? Ini kasusnya bukan kasus politik begitu ya, jadi bagaimana tuntutan keadilan itu didengarkan presiden juga meminta pertimbangan DPR, itu tentunya juga suara dari animo masyarakat terlihat begitu antusias karena ini merupakan mewakili banyak kasus-kasus yang lain," kata Komisioner Komnas Perempuan, Magdalena Sitorus, Kamis (25/7/2019) malam.
Dia mengatakan pemberian amnesti ini adalah langkah khusus sementara atas keterbatasan sistem hukum pidana yang ada di Indonesia untuk melindungi korban kekerasan seksual. Dia menyebut disetujuinya amnesti ini suatu kemajuan atas perjuangan perempuan dalam mencari keadilan hukum.
"Ini memberikan kesetaraan perlindungan. Dengan demikian prinsip afirmasi ini dimungkinkan dalam konstitusi dan juga apa yang termuat dalam Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita atau CEDAW yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1984. Bayangin di tahun 1984 ya, ini bentuk dari pelaksanaan dari konvensi itu sendiri. Saya melihat ini sebagai suatu kemajuan sehingga kalau kita lihat perjuangan, apalagi perempuan di masyarakat sebagai kelompok rentan, betapa sulitnya mengakses keadilan betapa sulitnya juga karena ketidakpahaman akan hukum sebetulnya negara harus proaktif," ujarnya.
Magdalena juga menyebut perjuangan Nuril mendapat keadilan menjadi inspirasi dan diharapkan tak ada Nuril berikutnya. Dia juga berharap para korban kekerasan seksual berani mengungkap apa yang mereka alami.
"Kalau ini jadi inspirasi, kalau kita lihat pesan Baiq Nuril, berharap tidak ada Nuril Nuril berikut, tapi kalau seandainya ada keadilan itu harus diwujudkan jadi semakin berani untuk juga mengungkapkan. Kasus ini menjadi satu kekuatan, menjadi satu dampak yang positif bagi perempuan yang banyak mengalami kasus kekerasan seksual. Apalagi bentuk kekerasan semakin berkembang," ucapnya.
Komnas Perempuan juga berharap polisi memproses secara hukum pelaku kekerasan seksual yang dilaporkan oleh Nuril. "Kemarin di Komisi III tapi itu di dari komisioner yang jadi saksi ahli Sri Nurherwati berharap Polri dan Polda juga kasusnya terus ditangani, pelaku harus tetap ditindak, bukan Nuril tapi si pelaku kekerasan itu," tuturnya.
Sebelumnya, surat pertimbangan amnesti dari Presiden Jokowi untuk Baiq Nuril disetujui dalam sidang paripurna. Semua anggota DPR menyepakati hasil rapat pleno soal pemberian amnesti ke Baiq Nuril oleh Komisi III DPR.
Pengesahan dimulai dengan pembacaan laporan hasil rapat pleno oleh Wakil Ketua Komisi III Erma Suryani Ranik. Erma menjelaskan Komisi III menyetujui pemberian amnesti kepada Baiq Nuril yang sebelumnya dimintakan Presiden Jokowi.
"Apakah laporan Komisi III tentang pertimbangan atas pemberian amnesti kepada Saudara Baiq Nuril Maknun disetujui?" tanya Utut dalam sidang paripurna di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (25/7).
"Setuju," jawab para anggota Dewan.
Kasus ini sendiri berawal dari 2012 saat Nuril menerima telepon dari Kepsek M. Dalam perbincangan itu, Kepsek M cerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang juga dikenal Nuril. Rekaman itu kemudian beredar luas di masyarakat Mataram pada 2015 dan membuat Kepsek M geram. Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman tersebut.
Pada 27 Maret 2017, Nuril ditahan oleh polisi. Dia jadi tersangka dan dikenai pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Kasus ini pun memasuki persidangan hingga tingkat kasasi serta PK yang hasilnya Nuril diputus bersalah dan dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta. Nuril kemudian mengajukan permohonan amnesti yang akhirnya disetujui oleh DPR dan akan ditindaklanjuti oleh Presiden Jokowi. (sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar