Rabu, 24 September 2025

AS Terang-Terangan Dukung Kebijakan Israel Meneror Negara Sekitar

Dalam sebuah wawancara yang mengejutkan banyak pihak, utusan Amerika Serikat Tom Barrack menyampaikan pernyataan yang jarang terdengar dari pejabat Washington. Ia mengakui bahwa AS tidak pernah berniat memberikan senjata kepada Lebanon untuk mempertahankan diri dari serangan Israel, melainkan hanya untuk memerangi warganya sendiri yang tidak tunduk pada hegemoni Israel dan AS di kawasan.

Pernyataan ini memicu diskusi luas karena mencerminkan sikap terang-terangan AS dalam mendukung kebijakan Israel di kawasan.

Selama beberapa dekade, AS selalu menggunakan bahasa diplomatis ketika berbicara mengenai Lebanon dan Israel. Biasanya Washington menekankan pentingnya stabilitas regional dan keamanan bersama tanpa secara terbuka mengakui keberpihakan. Namun kali ini, ucapan Barrack di Sky News Arabia terdengar sangat gamblang, bahkan dianggap sebagai konfirmasi atas tuduhan lama bahwa AS menutup mata terhadap serangan brutal Israel di Lebanon, mencaplok wilayah Suriah termasuk pemboman yang merengut nyawa sebagai bagian dari neokolonialisme Greater Israel serta genosida di Gaza, Palestina.

Bagi banyak pihak, pernyataan ini sejalan dengan narasi para mengamat Lebanon dan Arab yang selama lebih dari 40 tahun menuding AS sebagai sponsor utama agresi dan teror Israel di kawasan.

Masyarakat Lebanon termasuk Hizbullah kerap menyatakan bahwa bantuan militer AS ke Lebanon selalu diarahkan untuk memerangi warganya, bukan untuk mempertahankan diri dari ancaman Israel. Kini, ucapan Barrack dianggap sebagai validasi terbuka terhadap tuduhan tersebut.

Kebijakan Washington yang hanya mengizinkan bantuan bersifat memerangi warganya di dalam negeri memunculkan pertanyaan serius tentang kedaulatan Lebanon. Dengan kata lain, negara itu dipaksa menggunakan bantuan AS hanya untuk menjaga menekan warganya, sementara ancaman eksternal dari Israel diabaikan sepenuhnya.

Bagi rakyat Lebanon, ini bukan sekadar persoalan strategi militer, tetapi juga soal martabat nasional. Israel tercatat beberapa kali melakukan serangan udara dan pelanggaran wilayah udara Lebanon, namun AS tidak pernah menyatakan dukungan bagi Beirut untuk merespons serangan itu. Pernyataan Barrack mempertegas bahwa kondisi tersebut bukan kebetulan, melainkan bagian dari strategi kebijakan luar negeri Washington.

Tom Barrack sendiri merupakan sosok yang menarik perhatian. Pengusaha dan tokoh publik Amerika ini dikenal memiliki garis keturunan Lebanon, dengan latar belakang keluarga yang disebut berasal dari wilayah Kekaisaran Ottoman. Informasi ini menambah dimensi baru karena ia berbicara tentang negara leluhurnya dengan sudut pandang khas seorang pejabat AS, bukan diaspora yang membela tanah asal.

Barrack pernah dikenal luas sebagai penasihat dekat Donald Trump dan memiliki portofolio bisnis besar di bidang investasi real estat. Namun latar belakang keluarganya yang berakar dari Lebanon membuat pernyataannya kali ini semakin diperhatikan oleh publik di Beirut dan diaspora Arab. Sebagian kalangan menilai, justru karena ia berasal dari komunitas tersebut, ucapannya terasa lebih blak-blakan dan tanpa lapisan diplomasi.

Dalam wawancara itu, ia menegaskan kembali bahwa AS tidak akan pernah membekali Lebanon dengan kemampuan untuk mempertahankan diri dari teror Israel. Ia seperti menyebut bahwa tujuan utama bantuan militer adalah agar negara itu menekan aspirasi warganya untuk melindungi Lebanon dari pembantaian oleh Israel. 

Keterusterangan ini menimbulkan kegaduhan politik dan beragam respon warga Lebanon.

Pernyataan ini juga membuka diskusi lebih luas mengenai strategi AS di Timur Tengah. Banyak pengamat menilai Washington kini tidak lagi merasa perlu menyembunyikan kepentingannya. Dukungan penuh kepada Israel ditampilkan di depan publik tanpa harus ditutupi oleh kalimat-kalimat diplomatis seperti “menjaga keseimbangan” atau “mendorong perdamaian”.

Bagi Israel, tentu saja ucapan Barrack menjadi semacam legitimasi tambahan untuk ambisa genosida di kawasan selain di Gaza. Selama ini Israel selalu menganggap bantuan AS ke Lebanon harus diawasi ketat agar benar-benar digunakan untuk memerangi warta sendiri bukan untuk mempertahankan diri atau kedaukatannya.

Kini, Washington terang-terangan menyebut bantuan itu tidak ditujukan melawan Israel, yang berarti secara langsung memberi ruang aman bagi tindakan ilegal apapun bagi militer Tel Aviv di kawasan 

Di sisi lain, bagi pemerintah Lebanon, ucapan itu bisa menjadi beban politik. Selama ini Beirut berusaha menampilkan diri sebagai negara berdaulat yang menyeimbangkan hubungan dengan Barat dan menjaga stabilitas internal. Namun jika bantuan luar negeri hanya diarahkan untuk melawan warga sendiri, legitimasi negara bisa goyah.

Pernyataan Barrack menegaskan apa yang disebut oleh sebagian pihak sebagai "agenda tersembunyi" AS di kawasan. Namun kali ini, agenda itu tidak lagi tersembunyi. Ia diucapkan secara terbuka, menjadikan Washington tampak tidak peduli dengan kemanusiaan dan kritik internasional terhadap sikap pilih kasih terhadap Israel.

Bagi warga Lebanon, Suriah, Palestina dan kawasan yang menjadi target pembangaian Israel, pernyataan ini adalah teror yang menghantui kehidupan mereka. Sebuah narasi yang memberi pilihan tunduk pada hegemoni Israel atau mati dengan pemboman.

Lebanon sendiri masih berada dalam situasi sulit. Krisis ekonomi, instabilitas politik, dan ketegangan sektarian membuat negara itu rapuh. Bantuan militer AS selama ini menjadi salah satu alat negara untuk bertahan, namun jika perannya hanya sebatas memerangi masyarakat sendiri, efektivitasnya patut dipertanyakan.

Banyak analis juga melihat pernyataan Barrack sebagai cerminan era baru hubungan internasional. Jika dulu negara-negara besar masih menjaga bahasa diplomasi, kini transparansi yang kasar justru menjadi norma baru, khususnya ketika menyangkut isu Israel.

Dengan sikap terang-terangan ini, sulit membayangkan bagaimana Lebanon bisa memperkuat posisinya dalam jangka panjang. Tanpa dukungan militer yang sejati, negara itu akan terus menjadi bulan-bulanan kekejian Israel.

Pernyataan Barrack juga bisa menjadi titik balik dalam wacana publik di Lebanon. Ia membuka kesempatan bagi rakyat untuk memahami bahwa pemerintah ternyata hanya alat asing untuk menekan warga.

Apapun dampaknya, satu hal kini jelas: AS tidak lagi menyembunyikan pilihannya di Timur Tengah. Dukungan mutlak terhadap Israel kini disampaikan dengan bahasa gamblang, bahkan jika itu berarti mempermalukan negara sekutu seperti Lebanon.

Pernyataan Barrack kemungkinan akan terus menjadi bahan perdebatan, bukan hanya di Lebanon, tetapi juga di dunia Arab. Sebab, jarang sekali seorang pejabat atau utusan AS berbicara tanpa filter diplomasi mengenai strategi di kawasan yang begitu sensitif.

Dalam jangka panjang, ucapan ini mungkin akan dikenang sebagai salah satu momen ketika Washington berhenti berpura-pura netral, dan secara terbuka menunjukkan wajah politik luar negerinya di Timur Tengah.

Sementara itu, Emir Qatar kembali melontarkan kritik tajam terhadap Israel dalam forum internasional dengan menegaskan bahwa Tel Aviv berupaya memaksakan kehendaknya di kawasan Arab. Menurutnya, propaganda Israel selalu melabeli siapa pun yang menentang kebijakannya sebagai teroris atau anti-Semit, sebuah pola lama yang dipakai untuk membungkam suarabyang mengkritik genosida di Gaza dan pembantaian warga Suriah dan Lebanon belakangan ini.

Ia juga menyinggung ambisi Israel yang bermimpi menjadikan kawasan Arab sebagai wilayah pengaruhnya yang kemungkinan maksudnya adalah neokolonialisme Greater Israel. Menurut Emir, hal ini terbukti dari sikap keras Israel dalam setiap negosiasi, hingga upaya sabotase yang dilakukan terhadap pihak-pihak yang mencoba mencari solusi damai. “Tidak ada pihak yang menargetkan delegasi lawan bicaranya kecuali untuk menggagalkan proses perundingan,” ujarnya.

Dalam pidatonya, Emir Qatar turut menyoroti perkembangan terbaru di Suriah. Ia menyebut negeri itu sedang memasuki fase baru yang diharapkan mampu membuka jalan bagi terwujudnya aspirasi rakyat Suriah setelah lebih dari satu dekade konflik. Bagi Doha, momentum ini perlu dijaga agar Suriah tidak kembali terseret dalam lingkaran kekerasan.

Emir menyerukan komunitas internasional agar memanfaatkan peluang yang ada untuk mendukung rakyat Suriah. Dukungan tersebut, menurutnya, harus diwujudkan dalam bentuk pembangunan institusi negara yang kuat serta pembentukan tatanan politik berdasarkan prinsip kesetaraan kewarganegaraan. Ia menegaskan bahwa penguatan fondasi negara Suriah akan menjadi kunci stabilitas jangka panjang.

Terakhir, Emir Qatar menolak segala bentuk intervensi asing di Suriah, terutama manuver Israel yang dinilainya berusaha memecah-belah negeri itu. Ia menegaskan, rakyat Suriah berhak menentukan masa depan mereka sendiri tanpa tekanan eksternal. Penolakan terhadap skema pembagian wilayah menjadi pesan utama yang ia sampaikan, sembari menegaskan kembali posisi Qatar dalam mendukung kedaulatan penuh Suriah.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar